KUPANG– – Penghentian penyelidikan dugaan tindak pidana penganiayaan berat terhadap korban Kepala Desa (Kades) Oinlasi, Kecamatan Ki’e, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Yeremias Nomleni oleh penyidik Reskrim Polres TTS (Unit Pidum), dengan alasan belum ditemukan peristiwa pidana, rupanya tak menghentikan langkah perjuangan korban untuk terus berjuang mendapatkan keadilan dan kepastian hukum atas kasus yang menimpa dirinya.
Selain telah menempuh langkah Dumas ke Polda NTT, “menggugat” Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyelidikan (SP3) atas peristiwa pidana yang dilaporkannya, korban Yeremias Nomleni, masih tetap berharap adanya keadilan terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi polri yang dilakukan oknum polisi DN dan PS terhadap dirinya di Bidpropam Polda NTT.
Fakta ini dibuktikan dengan adanya SP2HP Bidpropam Polda NTT Nomor : B /736/III/ 2O23 yang menyebutkan, adanya pelanggaran kode etik profesi polri yang diduga dilakukan oleh Aipda Dani Ninu, jabatan Kanit Intel Polsek Ki’e dan Aipda Peter Suan, jabatan Kanit Samapta Polsek Amanatun Selatan, Polres TTS.
SP2HP juga menyebutkan kedua terduga pelaku diduga melakukan pemukulan terhadap Kades Oinlasi, dengan hasil pemeriksaan tersebut telah ditindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan terhadap para saksi 1O orang, anggota Polri 3 orang dan terhadap terduga pelanggar.
Kabid Propam Polda NTT, Kombes Pol. Dominicus Yempormase, dikonfirmasi media ini terkait SP3 kasus dimaksut serta perkembangan penanganan dugaan pelanggaran kode etik, Senin (1O/7/2O23) mengatakan, saat ini pihaknya sedang mendalami. ” Kami sedang mendalami, mudah – mudahan ada yang bisa dimintai pertanggung jawaban”.ungkapnya.
Disinggung terkait indikasi keterlibatan terduga pelaku sesuai bukti SP2HP Bidpropam Polda NTT yang menyebut kedua oknum polisi diduga melakukan pemukulan terhadap Kades Oinlasi,_ Dominicus menepis belum bisa pastikan.” Saya belum bisa pastikan. Kalau pidana saya tidak punya kewenangan”.katanya.
Terpisah Ketua tim penasehat hukum korban Yeremias Nomleni, Reno Junaedy, SH, kepada media ini di Polda NTT mengatakan, pihaknya tetap menaruh harap pada Institusi Kepolisian Daerah (Polda) NTT untuk menindaklanjuti langkah Dumas pihaknya agar perkara ini dibuka kembali, sehingga klien kami tidak kehilangan hak – haknya sebagai warga negara yang dilindungi Undang – Undang untuk mendapatkan keadilan.
Hal ini lanjut Reno sesuai dengan instruksi Kapolri yang tertuang dalam surat telegram bernomor : ST/2162/ X/ H.U.K.2.8/2O21, Tertanggal 18 Oktober 2O21, agar mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi serta memastikan penanganannya dilaksanakan secara prosedural, transparan dan berkeadilan.
Selain itu melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat.
Dan ketiga memberikan punisment / sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melanggar disiplin ataupun kode etik maupun pidana, khususnya berkakaitan/ dengan tindakan kekerasan berlebihan serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawab.
“Jadi kita berharap instruksi Kapolri bisa menjadi pedoman dan langkah yang berkeadilan untuk membuka kasus ini menjadi terang benderang sesuai prosedur hukum yang berlaku”.harap Reno. (O1/NTT)







