POLRI

Empat Pulau Sengketa di Ujung Barat: Laskar Merah Putih Desak Presiden Cabut SK Mendagri

0
×

Empat Pulau Sengketa di Ujung Barat: Laskar Merah Putih Desak Presiden Cabut SK Mendagri

Sebarkan artikel ini

MEDIA POLRI Angin dari barat membawa kabar yang mengguncang batas negeri. Empat pulau kecil di perairan Aceh Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil menjadi pusat polemik administratif yang kini mengundang gelombang perlawanan sipil.

Laskar Merah Putih (LMP), organisasi nasionalis yang sejak lama berdiri sebagai benteng keutuhan NKRI, secara tegas menolak keputusan pemerintah pusat yang menetapkan keempat pulau tersebut ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara.

550x300

Dalam pernyataan sikapnya, Jumat (13/6/2025) di Jakarta, Ketua Umum LMP, Adek Erfil Manurung, SH, menyerukan pencabutan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri yang dianggap melukai keadilan dan mengabaikan akar sejarah.

“Ini bukan hanya soal batas wilayah, tapi soal harga diri sejarah dan keutuhan bangsa,” tegasnya.

LMP menilai, SK Mendagri tersebut cacat secara substansi karena mengabaikan berbagai dokumen legal dan historis yang secara konsisten menempatkan keempat pulau dalam wilayah Aceh, antara lain:

  • Kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumut yang secara eksplisit menyatakan keempat pulau adalah bagian Aceh.
  • SK Mendagri Nomor 111 Tahun 1992 berdasarkan peta topografi TNI AD tahun 1978.
  • Berita acara sengketa adat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah yang mengakui kepemilikan masyarakat Aceh.
  • Dokumen rapat tahun 2002 antara kedua provinsi yang memperkuat posisi Aceh.
  • Arsip kolonial Belanda di Universitas Leiden yang menegaskan bahwa sejak masa Hindia Belanda, pulau-pulau tersebut adalah bagian dari Aceh.

Adek Erfil menegaskan bahwa keputusan sepihak dari pemerintah pusat berisiko membangkitkan trauma masa lalu yang belum sepenuhnya pulih. Di tanah yang pernah bergolak, keputusan yang tak berpijak pada keadilan bisa kembali menyulut bara di dalam tanah.

“Aceh telah berdamai, jangan bakar kembali pelita yang baru menyala. Presiden harus hadir bukan hanya sebagai kepala negara, tapi penjaga nurani sejarah bangsa,” ujarnya lantang.

Meski menolak keras SK tersebut, Laskar Merah Putih tidak mendorong provokasi. Mereka menyerukan penyelesaian melalui dialog, keadilan, dan penghormatan terhadap sejarah serta kearifan lokal.

“Kami tak mencari konflik, hanya menuntut keadilan dan konsistensi negara dalam menjaga batas dan harkat wilayah. Kami berdiri bukan untuk Aceh semata, tapi untuk utuhnya Republik ini,” pungkas Adek Erfil.@tengkuzunet

error: mediapolri.id